Tantangan dan Permasalahan dalam Pelayanan Kesehatan Digital di Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah menetapkan kewajiban bagi seluruh fasilitas pelayanan kesehatan untuk mempercepat proses transformasi digital melalui penerapan rekam medis elektronik, serta meluncurkan platform SATUSEHAT yang bertujuan untuk mengintegrasikan data berkualitas secara rutin.
Menurut Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian Setjen DPR RI, saat ini lebih dari 80% fasilitas pelayanan kesehatan belum mengimplementasikan sistem digital, dengan jutaan data yang masih tersebar di 200 aplikasi yang berbeda.
Lebih dari 400 aplikasi kesehatan yang dikembangkan baik oleh pemerintah maupun swasta menciptakan tantangan baru, yaitu penyebaran data kesehatan di masing-masing aplikasi yang mempunyai standar yang bervariasi. Di samping itu, masih ada fasilitas kesehatan yang masih menggunakan kertas untuk mendokumentasikan data kesehatan.
Saat ini, terdapat ratusan aplikasi yang mengelola data berbasis informasi individu yang tersebar di ribuan penyedia layanan kesehatan. Pandemi telah mengungkapkan masalah sistemik yang memerlukan perbaikan, sehingga memerlukan peningkatan kapasitas dan ketahanan sistem kesehatan serta mempercepat transformasi sistem kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, Kemenkes mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dalam menghubungkan berbagai data dan sistem dalam ekosistem kesehatan secara terpadu. Sumber: Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2024.
Berdasarkan dokumen tersebut, terdapat tujuh tantangan dalam transformasi digital di Indonesia (Kemkes 2021):
Layanan primer dan sekunder:
Data yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan primer dan sekunder masih tidak terintegrasi dan tidak memenuhi standar (kelengkapan, konsistensi, dan akurasi data). Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). Data tumpang tindih akibat banyaknya aplikasi, dengan minimnya standarisasi dan integrasi, sehingga menghambat pencapaian interoperabilitas data kesehatan dalam prinsip continuum of care.
Layanan farmasi dan alat kesehatan:
Rantai pasok kesehatan yang kurang baik menyebabkan keterlambatan dalam respons terhadap sinyal risiko. Selain itu, ketika tenaga kesehatan melakukan input data obat dan alat kesehatan, tidak ada format data yang baku, sehingga pengolahan data menjadi sulit. Selain itu, peredaran obat dan vaksin ilegal mengakibatkan tingginya biaya peluang.
Layanan ketahanan kesehatan:
Tidak adanya sistem surveilans real-time mengakibatkan keterlambatan dalam mendeteksi dan merespon kejadian darurat. Pengumpulan data dari fasilitas kesehatan, laboratorium, sumber daya manusia kesehatan, alat kesehatan, dan obat pada saat krisis kesehatan juga menjadi tantangan. Integrasi data kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan dapat membantu dalam identifikasi permasalahan kesehatan masyarakat.
Layanan sumber daya manusia kesehatan (SDMK):
Berdasarkan hasil Riset Ketenagaan Kesehatan (Kementerian Kesehatan, Badan Litbangkes, 2017), sebanyak 56,6% rumah sakit di Indonesia melaporkan kekurangan SDMK, sementara hanya 38,9% yang merasa kebutuhan SDMK sudah terpenuhi. Sebanyak 82,5% Puskesmas menganggap kekurangan SDMK, dengan hanya 12,7% yang menyatakan kondisi SDMK sudah sesuai. Namun, data ini dianggap tidak akurat karena tidak diperoleh secara langsung. Kurangnya standarisasi dalam pendataan menyebabkan distribusi SDMK menjadi tidak merata.
Layanan pembiayaan kesehatan:
Diperlukan sistem yang terintegrasi untuk operasional dan penyerapan data berkualitas agar data yang dihasilkan bersifat komprehensif. Data ini sangat penting untuk pengambilan keputusan, kebijakan, dan rekomendasi layanan visit us kesehatan. Diharapkan, dengan pembiayaan yang adil, efektif, efisien, komprehensif, transparan, dan akuntabel, dapat mengurangi beban pembiayaan mandiri oleh masyarakat. Namun, data pengeluaran asuransi kesehatan nasional milik pemerintah, serta lembaga nasional dan swasta, masih belum tersedia secara lengkap dan menyeluruh, sehingga kinerja jaminan kesehatan tidak dapat dianalisis dengan optimal.