Thailand dikenal sebagai destinasi wisata RTP PG eksotis dengan keindahan alam, kekayaan budaya, dan keramahan penduduknya. Namun, di balik pesonanya, negara ini menghadapi masalah unik yang semakin meresahkan: serangan geng monyet terhadap warga dan wisatawan, terutama di beberapa kota seperti Lopburi.
Kota yang Dikuasai Monyet
Lopburi, sebuah kota tua yang terletak sekitar 150 kilometer dari Bangkok, selama ini terkenal sebagai “kota monyet”. Ribuan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hidup bebas di kota ini dan bahkan menjadi daya tarik wisata. Setiap tahun, festival tahunan “Monkey Buffet Festival” diadakan untuk menghormati dan memberi makan monyet-monyet tersebut.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara manusia dan monyet di kota ini memburuk. Populasi monyet yang terus meningkat, berkurangnya habitat alami, serta ketergantungan mereka pada makanan dari manusia, telah mendorong perilaku agresif dan membentuk kelompok-kelompok liar yang bertindak layaknya geng kriminal.
Dari Atraksi Wisata Menjadi Ancaman Publik
Awalnya, monyet-monyet tersebut menjadi objek fotografi dan hiburan. Mereka terbiasa diberi makan oleh wisatawan dan warga lokal. Namun, ketika pandemi COVID-19 melanda dan pariwisata berhenti total, sumber makanan utama para monyet pun hilang. Dalam kondisi lapar dan frustasi, monyet-monyet mulai menyerbu rumah penduduk, mencuri makanan, merusak properti, bahkan menyerang manusia.
Laporan menunjukkan bahwa beberapa kelompok monyet menjadi sangat teritorial dan membentuk “geng”, yang bersaing dengan kelompok lain untuk menguasai wilayah dengan sumber makanan. Video yang beredar di media sosial menunjukkan pertarungan besar antar kelompok monyet di jalanan, hingga melukai warga yang tidak bersalah.
Korban dan Kerusakan
Warga Lopburi kini hidup dalam ketakutan. Banyak yang menghindari berjalan kaki di daerah tertentu karena khawatir akan diserang. Anak-anak dilarang bermain di luar rumah, dan toko-toko memasang pagar kawat serta jeruji besi untuk mencegah serangan. Beberapa warga bahkan mengalami luka serius karena cakaran dan gigitan.
Kehidupan ekonomi pun turut terganggu. Toko-toko kecil kehilangan pelanggan karena orang enggan berbelanja di daerah yang “dikuasai” geng monyet. Turis pun berpikir dua kali untuk mengunjungi Lopburi, yang dahulu menjadi tujuan favorit bagi pencinta satwa liar dan budaya kuno.
Upaya Penanggulangan
Pemerintah daerah telah mencoba berbagai cara untuk menangani situasi ini. Salah satunya adalah program penangkapan dan sterilisasi massal terhadap monyet-monyet liar. Sejak tahun 2020, ratusan ekor monyet telah ditangkap dan disterilkan, dengan harapan bisa mengendalikan populasi mereka dalam jangka panjang.
Namun, program ini tidak berjalan mudah. Proses penangkapan cukup sulit karena monyet-monyet menjadi semakin cerdas dan waspada. Selain itu, banyak aktivis satwa menentang cara-cara keras yang dianggap menyiksa hewan. Ini menciptakan dilema antara hak hewan dan keselamatan manusia.
Beberapa pihak juga mengusulkan relokasi monyet ke suaka alam, namun ini pun menghadapi kendala besar, seperti kurangnya tempat yang cocok dan risiko penyebaran penyakit antar populasi.
Akar Masalah: Ketergantungan pada Manusia
Para ahli menyatakan bahwa akar dari masalah ini bukan semata populasi yang berlebihan, melainkan ketergantungan monyet pada makanan dari manusia. Ketika hewan liar terbiasa mendapatkan makanan dari manusia, naluri bertahan hidup alami mereka tergantikan dengan perilaku mencari kemudahan — dan saat sumber itu hilang, mereka bisa menjadi agresif.
Perilaku manusia yang gemar memberi makan hewan liar, meski terlihat baik, sering kali berdampak buruk dalam jangka panjang. Ini menciptakan ketergantungan, dan akhirnya konflik ketika keseimbangan terganggu.
Menuju Solusi Berkelanjutan
Untuk menyelesaikan masalah ini, diperlukan pendekatan holistik: edukasi publik untuk tidak memberi makan monyet secara sembarangan, penataan kembali kawasan kota agar tidak menarik bagi monyet, serta pelestarian habitat alami mereka agar mereka bisa kembali hidup secara mandiri.
Pemerintah juga perlu menggandeng ahli ekologi, konservasi, serta komunitas lokal untuk mencari solusi jangka panjang yang memperhatikan keselamatan manusia sekaligus kesejahteraan satwa.
Penutup
Kasus serangan geng monyet di Thailand, khususnya di kota Lopburi, menjadi peringatan bahwa hubungan manusia dan satwa liar harus dijaga dengan bijak. Ketika interaksi tidak seimbang, bahkan makhluk yang dahulu dianggap lucu dan menghibur, bisa menjadi ancaman nyata.
Dalam dunia yang terus berkembang dan merambah wilayah alam, manusia dituntut untuk lebih bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan. Jika tidak, maka konflik seperti ini akan semakin sering terjadi — bukan hanya di Thailand, tapi di seluruh dunia.