Polisi Gunakan Gas Air Mata untuk Membubarkan Demonstran di Port Harcourt, Rivers State

Pada beberapa kesempatan di berbagai wilayah, termasuk Port Harcourt, Rivers State, aparat kepolisian kerap menggunakan gas air mata sebagai alat mahjong slot untuk membubarkan massa demonstran yang dianggap mulai anarkis atau tidak terkendali. Gas air mata merupakan salah satu alat kendali massa yang diatur penggunaannya secara ketat dalam prosedur kepolisian, termasuk dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) yang mengatur tahapan penggunaan kekuatan dalam pengendalian massa2.

Penggunaan Gas Air Mata dalam Pengendalian Demonstrasi

Gas air mata digunakan sebagai salah satu fase dalam eskalasi pengendalian massa. Biasanya, polisi akan memulai dengan pendekatan persuasif dan penggunaan kendali tangan kosong, kemudian menggunakan alat bantu non-mematikan seperti sekuriti barier, water cannon, dan gas air mata jika demonstran mulai melakukan tindakan rusuh atau berpotensi membahayakan keselamatan petugas maupun masyarakat. Gas air mata termasuk dalam fase kelima dari enam fase penggunaan kekuatan, dengan senjata api sebagai opsi terakhir yang tidak digunakan dalam banyak kasus pembubaran massa2.

Di Port Harcourt, Rivers State, penggunaan gas air mata oleh polisi dilakukan untuk membubarkan demonstran yang menolak kebijakan tertentu atau melakukan aksi unjuk rasa yang dianggap mengganggu ketertiban umum. Gas air mata ditembakkan ke arah massa untuk memaksa mereka mundur dan menghentikan aksi yang berpotensi memicu kerusuhan. Tindakan ini biasanya diambil setelah demonstran dianggap mulai anarkis atau melakukan provokasi6.

Dampak dan Kontroversi Penggunaan Gas Air Mata

Penggunaan gas air mata sering menimbulkan kontroversi dan kritik dari berbagai kalangan masyarakat sipil dan organisasi hak asasi manusia. Gas air mata dapat menyebabkan luka-luka, gangguan pernapasan, trauma psikologis, bahkan pada beberapa kasus ekstrem dapat berkontribusi pada kematian jika tidak digunakan dengan hati-hati. Misalnya, dalam beberapa insiden di Indonesia, penembakan gas air mata telah menyebabkan puluhan orang, termasuk anak-anak dan lansia, mengalami luka-luka dan trauma68.

Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menyoroti bahwa penggunaan gas air mata yang berulang dan intensif, seperti yang terjadi di beberapa daerah termasuk Batam dan wilayah lain, menunjukkan perlunya evaluasi dan pembatasan penggunaan alat ini. Mereka menekankan bahwa tindakan brutal ini tidak hanya melukai fisik demonstran tetapi juga berdampak pada anak-anak dan masyarakat luas yang tidak terlibat langsung dalam aksi68.

Prosedur dan Regulasi Penggunaan Gas Air Mata

Dalam konteks kepolisian, penggunaan gas air mata harus mengikuti protokol yang ketat. Polisi harus melalui tahapan eskalasi kekuatan yang diatur dalam Perkap No 01 Tahun 2009, mulai dari pendekatan persuasif, penggunaan kendali tangan kosong, hingga penggunaan alat bantu seperti gas air mata. Penggunaan gas air mata hanya diperbolehkan jika demonstran sudah melakukan tindakan anarkis dan tidak ada alternatif lain untuk membubarkan massa dengan aman2.

Gas air mata yang digunakan biasanya berupa selongsong peluru khusus yang berukuran kaliber tertentu, yang dirancang untuk membubarkan massa tanpa menimbulkan kematian. Namun, penyebaran informasi yang salah dan penggunaan yang tidak tepat kadang menimbulkan kekhawatiran bahwa gas air mata bisa membunuh, meskipun secara teknis alat ini termasuk non-mematikan jika digunakan sesuai prosedur1.

Kasus dan Respons di Port Harcourt

Meskipun tidak banyak laporan rinci tentang insiden spesifik di Port Harcourt, Rivers State, pola penggunaan gas air mata oleh polisi untuk membubarkan demonstran mengikuti praktik umum yang juga terjadi di berbagai wilayah lain. Demonstrasi yang menuntut perubahan kebijakan atau menolak keputusan pemerintah sering berujung pada bentrokan dengan aparat keamanan, di mana gas air mata menjadi alat utama untuk mengendalikan situasi.

Penggunaan gas air mata ini sering memicu reaksi dari demonstran yang terkadang membalas dengan melempar petasan atau benda lain ke arah aparat, seperti yang terjadi dalam demonstrasi di lokasi lain di Indonesia3. Hal ini menunjukkan dinamika ketegangan antara aparat dan massa yang sulit dihindari dalam situasi unjuk rasa besar.

Kesimpulan

Penggunaan gas air mata oleh polisi di Port Harcourt, Rivers State, merupakan bagian dari prosedur pengendalian massa yang diatur secara ketat dan dilakukan sebagai upaya terakhir untuk membubarkan demonstran yang dianggap mulai anarkis atau mengancam keamanan. Meskipun alat ini efektif untuk memecah kerumunan, dampak negatifnya terhadap kesehatan dan psikologis massa demonstran menimbulkan kritik dari berbagai pihak, sehingga diperlukan pengawasan ketat dan evaluasi berkelanjutan agar penggunaannya tidak berlebihan dan tetap sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.

Leave a comment