Wisata Desa Ranupani Bromo

Wisata ke Gunung Bromo dan Semeru lewat Lumajang, akan semakin lengkap dengan eksplorasi 2 desa wisata nan cantik ini. Desa Ranupani di kaki Semeru menawarkan lansekap danaunya yang permai, sedang Desa Argosari memanjakan mata dengan “Negeri di Atas Awan” nya.

Sobat Pesona, anda mau memilih yang mana? Kita review dulu yuk, ada apa saja di sana.

Desa Ranupani, Pintu Gerbang Pendakian di Kaki Semeru
Desa Ranupani desalaukapur.com cocok namanya, merupakan wilayah berasal dari danau-danau indah dan tenar layaknya Ranu (danau) Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo. Danau-danau ini konon danau tertinggi di Indonesia. Saat ini, Desa Ranupani sedang bersolek, di antaranya, dengan dibangunnya Rest Area Ranupani yang ditambah kios-kios rapi bagi UMKM setempat. 

Tak jauh berasal dari Rest Area Ranupani tersebut, terdapat Ranu Regulo yang asri dan lokasinya sedikit lebih tersembunyi supaya menawarkan suasana lebih tenang ditemani kicauan burung. Kawasan ini ditambah sarana lengkap untuk berkemah, selain terdapat Rumah Edukasi Anggrek Semeru yang menarik untuk dikunjungi. 

Menuju ke sana, Sobat Pesona bisa jalan kaki lewat jalan berbatu yang cantik dipagari pepohonan dan semak-semak bunga. Kita terhitung bisa naik kuda ke danau, untuk beroleh pengalaman wisata lebih unik. Biayanya sekitar Rp100.000 per orang berasal dari Rest Area Ranupani ke Ranu Regulo. Tentu saja, para pemandu kuda akan selalu mendampingi Sobat Pesona.

Desa wisata di Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang ini terhitung merupakan pintu gerbang pendakian ke Gunung Semeru. Tahukah Sobat Pesona, terkecuali untuk mendaki Gunung Semeru kita butuh persiapan khusus?

Menurut Cak Yo, tidak benar seorang relawan Semeru, kita mesti laksanakan registrasi online maksimal 3 hari sebelum pendakian, sebab terdapat kuota kuantitas pendaki yakni 600 orang per hari. 

“Untuk memelihara kenyamanan, keamanan, dan kelestarian alam,” tutur Cak Yo yang dengan 50 orang relawan lain terhitung mengelola sampah di sana. 

Membawa semua persyaratan, pendaki mesti daftar kembali di loket sesudah itu ikuti briefing edukasi pendakian berasal dari para relawan. “Tidak bisa cuma dikasih aturan, wisatawan mesti dikasih kesadaran supaya memelihara lingkungan,” tegas Cak Yo. 

Betul sekali, sebenarnya tak cuma para penggerak pariwisata yang mesti tahu wisata. Kita sebagai pengunjung pun mesti tahu wisata. Caranya, dengan jadi wisatawan yang bertanggung jawab, menghormati adat normalitas setempat, memelihara kebersihan, utamakan kelestarian alam, dan jangan sampai mengganggu keseimbangan ekosistem yang kita datangi sementara berwisata.

Desa Ranupani terhitung jadi area bermukimnya Suku Tengger yang tetap menjaga beberapa budaya khas mereka, layaknya mengenakan sarung dan udeng (pria), dan juga kain atau selendang (wanita). Pemandangan orang mengenakan sarung dan kain dalam kesibukan sehari-hari, jadi pemandangan lumrah di sana. 

Ternyata, sarung dan kain ini bukan sekedar untuk menahan dingin, lho. Ada makna lain di balik pemakaian kain terhadap wanita Suku Tengger.

Cara pemakaian kain sarung yang biasa disebut Kaweng ini tunjukkan identitas. Pemakaian sarung dengan diartikan ke depan, artinya perempuan tersebut sudah menikah. Jika diartikan ke samping kanan tandanya tetap gadis, belum punyai pasangan, sedang terkecuali diartikan ke sebelah kiri tandanya perempuan yang dulu menikah namun sudah berpisah. Simpul sarung ke belakang ke belakang tandanya perempuan tersebut sedang berbadan dua.

Jika singgah di desa ini, jangan lupa ya, ambil peluang berfoto mengenakan kain layaknya warga setempat. Pasti akan jadi dokumentasi istimewa berasal dari desagunungmeriah.com Desa Ranupani.

Lalu, oleh-oleh apa yang bisa kita bawa pulang berasal dari desa ini? Silakan singgah di toko Hanna, yang memasarkan produk UMKM setempat. Ia terhitung memproduksi olahan Sambal Teropong Pawon Tengger khas Ranupani yang berbahan basic Cabe Tengger dan Bawang Teropong, sertai selai yang berbahan utama Terong Tengger. Sambal Teropong dan selai memproduksi Hanna ini bisa bertahan selama tiga bulan, dibanderol Rp20.000 – 25.000 per botol. 

Meskipun resep yang digunakannya merupakan resep lazim khas Ranupani, Hanna berinisiatif mengfungsikan hasil bumi yang melimpah tersebut untuk olahan kuliner dalam bentuk kemasan supaya tahan lama dan enteng dibawa para tamu, terhitung yang menginap di homestay-nya. 

Desa Argosari, “Negeri di Atas Awan”
Puncak B29 jadi destinasi wisata andalan bagi Desa Wisata Argosari. Dari ketinggian 2900 mdpl, terkecuali kita menguntungkan tak terhambat kabut, tampak di segi barat Gunung Bromo, Bukit Teletubies, Gunung Batok sampai padang savana. Di segi timur terpampang Gunung Lemongan, Gunung Raung dan Argopuro. Di segi utara muncul Gunung Arjuna dan Welirang. Sedangkan segi selatan muncul gunung tertinggi di Jawa, Gunung Semeru. 

Untuk mencapai puncak ini, Sobat Pesona mesti mengfungsikan ojek kendaraan roda dua, sebab jalan menuju puncak sempit, menanjak dan berliku-liku.  

Di Puncak B29 terhitung terdapat situs-situs Suku Tengger yang tetap digunakan untuk ritual masyarakat setempat. Puncak B29 terhitung biasa digunakan untuk laksanakan ritual Ujar yakni pemberian sesembahan bentuk syukur sementara seseorang terpenuhi ujar atau keinginannya. Adat ini ditunaikan tidak berdasarkan agama walaupun warga setempat beragama Hindu, namun lebih kepada adat budaya setempat.

Dalam laksanakan ritual adat, masyarakat Suku Tengger di Desa Wisata Argosari melibatkan Romo Dukun, sebutan tetua adat yang dipercaya untuk memilih kapan tanggal terbaik untuk laksanakan ritual. Romo Dukun jadi orang yang dituakan secara adat, berdampingan dengan Kepala Desa yang memimpin pemerintahan Desa. Selain Ritual Ujar, Romo Dukun terhitung memimpin Hari Raya Karo yang berpusat di balai desa yakni silaturahmi antar warga dan makan bersama.

Bagaimana dengan oleh-oleh? Desa Argosari punyai perajin patung kayu yakni Upoko, seorang seniman pahat yang memulai karyanya dengan melukis sampai akhirnya berkembang dengan keahlian memahat kayu. Dari kayu-kayu yang digunakannya, muncul karya seni religi yang dibuatnya berdasarkan penglihatannya sementara memejamkan mata. Dasar intuisi yang kuat menghasilkan karya yang indah.

Seru ya, jalan-jalan ke desa wisata yang tak cuma indah namun terhitung kaya budaya. Apalagi, para pegiat pariwisata di sana sudah semakin siap menyongsong pengunjung, sebab sudah tersentuh program Sosialisasi Sadar Wisata yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif selama dua th. terakhir. 

Yuk, kita dukung terus pariwisata Indonesia dengan jalan-jalan #DiIndonesiaAja dan jadi wisatawan yang bijak di mana pun kita berada!

Leave a comment